Peran Manajemen Pendidikan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Penguatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

  • Bagikan
Elin Apriani, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ekonomi Pembangunan Tanjungpinang. (Foto: Dok Pribadi)

Penulis: Elin Apriani
Kampus: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Tanjungpinang
Jurusan: Manajemen

TANJUNGPINANG – Perubahan merupakan sebuah keniscayaan yang tidak mungkin dapat dihindari. Arus globalisasi semakin kencang dan menuntut kita untuk selalu melakukan perubahan. Perubahan menjadi tantangan yang harus kita hadapi dan perlu modal dalam diri agar mampu bersaing dalam persaingan global.

Di penghujung tahun 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan resmi diberlakukan. Tidak ada pembatas lagi antar negara di kawasan ASEAN. Persaingan yang semakin terbuka mendorong suatu negara memiliki keunggulan baik secara komparatif dan maupun keunggulan absolut agar tetap eksis di arena MEA. Setiap negara harus mempersiapkan diri untuk menghadapi persaingan tersebut.

Hasil seminar BAPPENAS (28 Mei 2014) dalam menghadapi MEA Indonesia bukan tanpa masalah, ada beberapa hal yang masih harus diperbaiki Indonesia, antara lain:

1.Masih tingginya jumlah pengangguran terselubung (disguised unemployment);
2.Rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan kerja;
3.Pekerja Indonesia didominasi oleh pekerja tak terdidik sehingga produktivitas tenaga kerja menjadi rendah;
4.Meningkatnya jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat ketidaksesuaian antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja;
5.Ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi;
6.Sektor informal mendominasi lapangan pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah;
7.Pengangguran di indonesia merupakan pengangguran tertinggi dari 10 negara anggota asean; ketidaksiapan tenaga kerja terampil dalam menghadapi mea 2015;
8.Tuntutan pekerja terhadap upah minimum, tenaga kontrak, dan jaminan sosial ketenagakerjaan; serta
9.Masalah tenaga kerja indonesia yang banyak tersebar di luar negeri.

Hal yang dianggap paling penting adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi. Human capital yang memadai akan mempermudah percepatan dalam pembangunan, dan pertumbuhan negara. Untuk menyiapkan human capital yang berkualitas negara perlu memperhatikan dan dapat memaksimalkan sumber-sumber yang dapat mendukung untuk mengembangkan human capital.

Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat dalam sektor pendidikan, baik pendidikan formal, non formal, dan informal. Hal ini bertujuan agar membuka peluang seluas-luas nya bagi sumber daya manusia(SDM) yang ada untuk belajar dan meningkatkan kapasitas diri dari melalui pendidikan yang dapat dijadikan sebagai wahana investasi.

Pendidikan tidak hanya sebatas ritual transfer pengetahuan yang dilakukan oleh seorang guru kepada siswa, akan tetapi guru harus memberikan ruang seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukan explorasi dalam membangun suatu kerangka pengetahuan yang utuh yang didapat dari hasil pengalaman yang siswa dapatkan sehingga melahirkan suatu kebermaknaan dalam belajar.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian juga di jelaskan jalur pendidikan yang dapat di tempuh yakni jalur pendidikan formal, informal dan non- formal. Ki Hajar Dewantara (1987:2) Pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Baca Juga :  Perlunya Desain Konkrit Pendidikan Karakter

MEA merupakan akronim dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memiliki pola mengintegralilasikan ekonomi asean dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas atau pritrade antara negara-negara anggota asean. Bila dipandang positif, MEA menjadi kesempatan yang baik karena sekat dan hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal ini akan berdampak pada peningkatan ekspor akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia.

Pendidikan memiliki peranan yang penting dan menjadi modal dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pendidikan menjadi alternative dalam pengembangan sumber daya manusia, peningkatan sumber daya manusia diharapkan mampu memberikan kontribusi postitif dalam pembangunan dan pertumbuhan negara. Peningkatan sumber daya manusia menjadi penting untuk meningkatkan keunggulan kompetitif negara. Teknik analisis penelitian ini melibatkan interpretasi dengan menggunakan pendekatan kualitatif (penalaran kritis). Perguruan tinggi memiliki peran tidak hanya menghasilkan lulusan yang hanya memiliki kecerdasan secara intelektual saja (hard skill) akan tetapi juga harus mampu melahirkan lulusan yang memiliki kemapuan lebih (soft skill). Merubah paradigma lulusan dari job seeker menjadi job creator. Perlu adanya penguatan pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM) dalam rangka menopang perekonomian bangsa. Perlu sinegisitas antara pemerintah, pengusaha, dan intelektual agar dapat tercapai tujuan negara.

Iklim Persaingan MEA

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang memiliki pola mengintegralisasi ekonomi asean dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas atau Pritrade antara negara-negara asean. Persaingan tidak hanya dalam bentuk produk barang dan jasa, akan tetapi sumber daya manusia juga memiliki peran penting dalam kemajuan suatu negara. Sumber daya manusia harus memiliki daya saing yang tinggi dalam menghadapi MEA.

Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat, pesaing utuk mendapatkan pekerjaan tidak hanya dari dalam negeri akan tetapi dari kawasan ASEAN siap ber ekspansi ke indonesia untuk mendapatkan pekerjaan.

Urgensi Pendidikan Dalam Menghadapi MEA

Dalam menghadapi MEA, telah disebutkan indonesia memiliki permasalahan krusial yang perlu diberikan obat agar mampu bersaing dalam kancah MEA. Pendidikan dijadikan satu-satunya indikator paling penting bagi kesuksesan sosial dan ekonomi seseorang. Untuk membangun masyarakat miskin tidak harus bergantung pada tanah equidment atau energy tetapi pada membangun pengetahuan nya, yang berupa aspek ekonomi kualitatif, yang disebut Human Capital.

Pendidikan mempunyai kualitas tinggi bila output pendidikannya bernilai bagi masyarakat yang memerlukan pendidikan tersebut. Satuan pendidikan yang ada di Indonesia mengelompokkan layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jaur formal, non formal, dan in formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Adanya penguatan dalam bidang pendidikan, mendukung pengetahuan dalam sektor ketenagakerjaan yang dapat menghasilkan sumber daya yang memiliki daya saing yang tinggi untuk menghadapi MEA. Sebagai fungsi investasi, pendidikan memberikan sumbangan dalam peningkatan kualitas hidup, kualitas manusia, dan pendapatan nasional.

Baca Juga :  Mengapresiasi Program Polri Bidang Kesehatan. Ke Depan Butuh Fakultas Kedokteran?
Peran Manajemen Pendidikan Sebagai Faktor Pendukung Menghadapi MEA

Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.

Perguruan tinggi menjadi satu alat untuk mewujudkan cita-cita mencedaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah masa di mana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, yang melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan. Perguruan tinggi jangan hanya menjadi penyuplai tenaga kerja, akan tetapi harus menjadi wahana yang dapat mebangkitkan pemikiran yang kritis transformatif. Memberikan ruang seluas-luasnya untuk mengkotruksi sebuah pengetahuan, sehingga akan menghasilkan lulusan yang memiliki inovasi tinggi dari hasil kontruksi pengetahuannya.

Perguruan tinggi berkontribusi dalam pembentukan human capital yang memiliki daya saing tinggi untuk menghadapi MEA. Human capital digambarkan dalam bentuk keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh angkatan kerja. Shumpeter dalam Hendrawan dkk, (2012:150) mengatakan dalam mewujudkan manusia yang berkualitas diperlukan inovasi sebagai motor produktivitas. Inovasi adalah daya pikir dengan kreatifitas tinggi untuk menciptakan hal baru, yang memilki keguanaan maksimal dalam penunjang keberhasilan kehidupan. Stigliz menambahkan tidak hanya sebatas kreatifitas dan kebermanfaatan tinggi, tetapi inovasi juga harus berorientasi pada kondisi global. Sen menyebutkan bahwa untuk peningkatan inovasi, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia adalah sebagai perhatian utama. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dapat dipercepat melalui invesatsi dalam human capital yang tersusun secara sistematis.

Perguruan tinggi sebagai wahana tempat melahirkan lulusan-lulusan yang unggul dan memiliki daya saing yang tinggi. Perguruan tinggi bukan hanya melahirkan lulusan yang siap kerja, akan tetapi lulusan yang juga bisa siap membuka lapangan pekerjaan. Melakukan perubahan paradigma dari job seeker menjadi job creator.

Manajemen Pendidikan merupakan salah satu program yang dapat mendukung perubahan paradigma tersebut. Manajemen Pendidikan memiliki muatan mata kuliah yang menujang dan mendukung setiap lulusannya memiliki orientasi ke job creator, karena Manajemen Pendidikan tidak hanya menanamkan nilai-nilai pendidikan dan ekonomi murni saja, akan tetapi memberikan tambahan muatan penanaman jiwa kewirausahaan. Sehingga dapat melahirkan lulusan yang tidak hanya memiliki hard skils akan tetapi juga memiliki kemampuan soft skils. Dengan kemampuan kewirausahan yang dimiliki setiap lulusan, dapat memberikan motivasi agar tidak selalu menjadi pelamar kerja, akan tetapi memiliki cita-cita untuk membuka lapangan pekerjaan. Lulusan yang mampu membuka lapangan pekerjaan baru berimplikasi pada terserapnya tenaga kerja dan terjadinya pemerataan pendapatan.

Baca Juga :  Lurah DPP PATRI, Transmigrasi dan Pendekatan Budaya

Para pengguna jasa tenaga kerja tidak hanya memiliki spesifikasi keahlian yang tinggi dari setiap tenaga kerjanya. Tidak hanya sebuah nilai IPK yang tinggi akan tetapi juga memiliki kemampuan lain (soft skill) yang di butuhkan oleh perusahaan. National Association of Colleges and Employers Hendrawan dkk, (2012:67) menyebutkan bahwa “pada umumnya pengguna tenaga kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82% soft skils dan 18% hard skils”.

Dalam menghadapi MEA Indonesia bukan tanpa masalah, ada beberapa hal yang masih harus diperbaikin Indonesia, antara lain:

a.      Masih tingginya jumlah pengangguran terselubung (disguised unemployment);

b.     Rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan kerja;

c.      Pekerja indonesia didominasi oleh pekerja tak terdidik sehingga produktivitas tenaga kerja menjadi rendah;

d.     Meningkatnya jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat ketidaksesuaian antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja;

e.      Ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi;

f.       Sektor informal mendominasi lapangan pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah;

suatu negara dapat dikatakan makmur, minimal harus memiliki jumlah entrepreneur atau wirausahawan sebanyak dua persen dari dari total populasi pendudukan. Semakin banyak yang berwirausaha di Indonesia akan memberikan kemakmuran bagi negaranya. Besarnya usaha yang dididrikan baik level usaha mikro, kecil atau menengah memiliki peran yang vital dalam pembangunan dan pertumbuhan negara.

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi tulang punggung bagi setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Thornburg dalam Tulus (2009:1) menyebutkan Negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Prancis dan Kanada, UMKM dijadikan sebagai motor penting dari pertumbuhan ekonomi, inovasi dan progres teknologi. Semakin berkembangnya teknologi akan mendorong seseorang untuk terus berinovasi. Dengan adanya inovasi dapat mendorong perubahan orientasi, orientasi dari importir berubah menjadi ekportir.

Untuk mendukung wirausahawan muda yang mulai mendirikan usaha perlu dukungan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, Perusahan dan Masyarakat. Ketiga elemen ini saling berkaitan satu sama lain, inovator telah berhasil membuka lapangan pekerjaan, melakukan penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan. Perlu dijaga oleh pemerintah dengan meberikan kebijakan yang dapat mengembangkan usahanya. Bisnis besar (usaha besar) dapat mendukung perkembangan usaha kecil begitupun sebaliknya. Ada simbiosis mutualisme dari ketiga elemen tersebut, sebagai gambaran dapat diilustrasikan sebagai begrikut.

Usaha kecil yang baru berkembang mendapat dukungan dari pemerintah dalam bentuk kemudahan dalam mendirikan usaha dan bantuan modal. Usaha besar memanfaatkan usaha kecil dalam memperoleh bahan baku setengah jadi yang kemudian diproses lanjutan dalam usaha besar, sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dalam pasar global. Dengan meningkat produktivitas dibidang ekpor, hal ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara dalam bentuk devisa, sehingga pembangunan dan pertumbuhan negara dapat tercapai dengan baik.

  • Bagikan